Translate

Friday, September 16, 2016

Puncak Songolikur Gunung Muria



Puncak Songolikur; merupakan puncak tertinggi di Gunung Muria. Sering juga disebut sebagai puncak Saptorenggo.
Puncak Candi Angin; tapi sampai saat ini belum ada yang tau berapa ketinggian puncak Candi Angin
Puncak Argowiloso; tapi sampai saat ini belum ada yang tau berapa ketinggian puncak Argowiloso.‎
Puncak Argojembangan
Puncak Abiyoso

Puncak Saptorenggo atau disebut juga Puncak Songolikur adalah puncak tertinggi di Gunung Muria Jawa Tengah dengan ketinggian 1602 meter dpl. Puncak ini termasuk dalam wilayah administratif desa Rahtawu, Gebog Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
Selain menjadi puncak yang menarik perhatian setiap Pecinta Alam untuk mendakinya, juga menjadi tempat tujuan bagi para pencari berkah dan pelaku spiritual utamanya pada setiap bulan sura atau bulan muharam.

Dahulu kala Konon katanya di Puncak Rahtawu – yaitu Puncak Songolikur ( Puncak 29 ) adalah pusat pertapaan para dewa yang selalu memberikan kedamaian dan rahmat di Bumi.
Wisata pegunungan Rahtawu merupakan suatu tempat yang terletak di kaki Gunung Muria sekitar 20 km dari Kota Kudus yang terletak di desa Rahtawu Kecamatan Gebog. Rahtawu ini memiliki pemandangan yang indah karena letaknya yang dikelilingi deretan pegunungan dan sungai-sungai yang masih jernih. Mata air sungai Kali Gelis berasal dari Rahtawu ini. Kawasan ini sangat cocok bagi para pelajar, remaja serta muda-mudi yang berhobi mendaki gunung dapat menyusuri jalan setapak menjelajahi medan pegunungan Rahtawu untuk menaklukkan Puncak “SONGOLIKUR”.

Selain memiliki wisata alam, Rahtawu mempunyai wisata budaya karena di rahtawu ini terdapat tempat-tempat pertapaan / petilasan dimana nama petilasan tersebut diambil dari beberapa cerita pewayangan, yaitu: Hyang Semar, Petilasan Abiyoso, Begawan Sakri, Lokojoyo, Dewi Kunthi, Makam Mbah Bunton, Hyang Pandan, Argojambangan, Jonggring Saloko dan Sendang Bunton

Rahtawu yang berhawa dingin dan jauh dari keramaian merupakan daya tarik bagi yang suka laku prihatin.
Kata orang desa rahtawu nama Rahtawu mempunyai arti getih yang bercecer (bahasa jawa) kalo indonesianya (darah yang bercecer )

Tabu/Pantangan tertentu. Di Rahtawu juga ada pantangan, yakni warga dilarang nanggap wayang kulit. Meski di sana banyak nama petilasan bernama leluhur Pandawa.
“Bila dilanggar, yang bersangkutan terkena bencana,”
Jadi kalau ada warga punya hajat, paling nanggap tayub, ( Jogetan tradisional di daerah pantura Jawa tenggah)

Prosesi ritual itu dikatakan sebagai tradisi warga Rahtawu yang berjalan turun-temurun. “Maksudnya untuk memanjatkan doa kepada Tuhan dan minta keselamatan agar hasil bumi lebih banyak dari tahun lalu.
Rahtawu memang menyimpan banyak misteri. Dan seharusnya, baik ilmuwan Islam maupun juru dakwah tertarik dan mencari tahu bagaimana praktik Islam di sana. Apalagi, dinamika kehidupan warga di Rahtawu yang juga masih tradisional

MITOS, Wukir Rahtawu merupakan tempat pertapaan Resi Manumayasa sampai kepada Begawan Abiyasa yang merupakan leluhur Pandawa dan Korawa.
Menurut cerita babad dan Purwa, konon leluhur raja-raja Jawa merupakan keturunan dinasti Bharata.

Di Rahtawu terdapat banyak “petilasan petilasan pertapaan” yang diyakini dahulu kala memang benar-benar merupakan tempat bertapanya “para suci” yang oleh penduduk setempat disebut “Eyang”.
Diantaranya :

Eyang Sakri (Bathara Sakri), di Desa Rahtawu.
Eyang Pikulun Narada dan Bathara Guru, di Joggring Saloka, dukuh Semliro, desa Rahtawu.
Eyang Abiyasa dan Eyang Palasara, di puncak gunung “Abiyasa”, ada yang menyebut “Sapta Arga”.
Eyang Manik Manumayasa, Eyang Puntadewa, Eyang Nakula Sadewa di lereng gunung “Sangalikur”,
di puncaknya tempat pertapaan Eyang Sang Hyang Wenang (Wening) dan sedikit ke bawah pertapaan Eyang Ismaya.
Eyang Sakutrem (Satrukem) di sendang di kaki gunung “Sangalikur” sebelah timur.
Eyang Lokajaya (Guru Spirituil Kejawen Sunan Kalijaga, menurut dongeng Lokajaya nama samaran Sunan Kalijaga sebelum bertaubat), di Rahtawu.
Eyang Mada (Gajah Mada) dan Eyang (Romo) Suprapto, berupa makam di dusun Semliro.

Semua “petilasan” (kecuali makam Eyang Mada) merupakan “batu datar” yang diperkirakan sebagai tempat duduk ketika bertapa (meditasi, semadi). Sayangnya, semua petilasan tersebut telah dibuatkan bangunan dan dibuat sedemikian rupa “sakral” dengan diberi bilik yang tertutup dan dikunci.
Pembukaan tutup dilakukan setiap bulan Suro (Muharam) tanggal 1 s/d 10.

Di setiap petilasan dibuatkan suatu bilik khusus untuk melakukan “ritual sesaji” dengan bunga dan pembakaran dupa. Juga disediakan suatu ruangan cukup luas untuk para pengunjung beristirahat dan menunggu giliran untuk melakukan “ritual sesaji” maupun “ngalap berkah”

Di Rahtawu pengaruh peradaban Hindu, Buddha dan Islam tidak nampak jelas. Tidak ada jejak berupa bangunan peribadatan (candi) Hindu dan Buddha. Bahkan tidak ada arca maupun ornamen bangunan yang terbuat dari batu berukir sebagaimana ditemukan di Dieng, Trowulan, Lawu, dan tempat-tempat lainnya di Jawa.

Bangunan peribadatan berupa masjid ataupun langgar (mushalla) merupakan bangunan baru buatan jaman ini. Maka sesungguhnya mengundang suatu pemikiran, situs peradaban apakah di Rahtawu tersebut ?
ini berkaitan dengan ajaran budhi (Sabdo Palon) ajaran tentang kautaman urip.

Meskipun semua “petilasan pertapaan” berkaitan dengan nama-nama tokoh pewayangan (Mahabharata-Hindu), namun di Rahtawu ditabukan untuk mengadakan pagelaran wayang. Konon cerita para penduduk setempat, pernah ada yang melanggar larangan tersebut, maka datang bencana angin ribut yang menghancurkan rumah dan dukuh yang mengadakan pagelaran wayang tersebut.

ketegaran Jawa dalam berinteraksi dengan berbagai peradaban pendatang di Rahtawu, sebagai berikut :

Di puncak tertinggi (gunung “Sangalikur”) adalah “petilasan pertapaan Sang Hyang Wenang”. Tempatnya sepi kering tidak ada apa-apa alias suwung (tan kena kinayangapa).
Dibawahnya ada “petilasan pertapaan” Resi Manik Manumayasa, Puntadewa (Darmakusuma), Nakula Sadewa, dan Bathara Ismaya (Semar).

Tokoh-tokoh tersebut merupakan simbul personifikasi manusia titisan dewa yang berwatak selalu menjalankan “laku darma” pengabdian kepada Hyang Maha Agung. Atau mengajarkan “laku-urip” yang religius.

Sang Hyang Wenang merupakan salah satu nama dari sesembahan (realitas tertinggi) Jawa.
Bathara Ismaya merupakan derivate (tajalli, emanasi) awal dari Sang Hyang Wenang, menggambarkan cangkok atau emban (plasma kalau diibaratkan pada sel hidup).
Eyang Manik Manuyasa kiranya merupakan nama lain dari Bathara Manikmaya, yang juga merupakan derivate (tajalli,emanasi) awal Sang Hyang Wenang, menggambarkan kembang, permata atau wiji/benih (inti kalau diibaratkan sel hidup). Sel hidup selalu terdiri dari Inti dan Plasma yang tidak bisa dipisahkan.

Demikian pula kiranya konsep Jawa tentang “Urip” selalu terdiri dari “Manikmaya” dan “Ismaya” yang juga tidak bisa dipisahkan.

Puntadewa dan Nakula-Sadewa adalah tiga satria Pandawa yang tidak pernah berperang.
1. Puntadewa simbul kesabaran,
2. Nakula kecerdasan, dan
3. Sadewa kebijaksanaan.

Bahkan kemudian dalam mitologi Jawa, Sadewa adalah satria yang mampu meruwat Bethari Durga yang serba jahat menjadi Bethari Uma yang welas-asih. yang sekarang berdiam di Alas krendo wahana
Petilasan ketiga satria Pandawa tersebut ditempatkan di gunung “Sangalikur” dibawah Sang Hyang Wenang,

Bethara Manikmaya dan Bethara Ismaya, melambangkan bahwa kesempurnaan manusia di hadapan Tuhan (sesembahan) adalah kesadaran akan “sejatining urip”, yaitu yang merupakan gabungan Puntadewa (sabar),Nakula (cerdik-pandai) dan Sadewa (arif bijaksana).

Puncak kedua di “gunung Abiyasa” merupakan “petilasan pertapaan” Eyang Abiyasa dan Eyang Palasara. Keduanya merupakan maharesi yang tertinggi “kawruhnya”.
Tempatnya juga sepi kering tidak ada apa-apa. Bahkan jalan menuju tempat itu hanya ada satu. Untuk naik dan turun melalui jalan yang sama.
Sepertinya menyiratkan bahwa jalan menuju puncak ketinggian “harkat spirituil manusia” yang bisa dicapai adalah sebagai Resi Abiyasa dan Resi Palasara yang hidup sunyi sepi namun tidak meninggalkan keramaian dunia.
Palasara dan Abiyasa konon merupakan leluhur Pandawa. Meskipun hidup sebagai resi (pendeta), namun keduanya terlibat langsung dengan realitas hiup manusia di dunia.

Diantaranya terlibat perkara seks dalam arti untuk regenerasi (berketurunan) manusia. Menurut ceritanya pula, keduanya tidak menempati “etika agama” dalam hal bercinta-asmara. Dan lebih kepada naluri alamiah yang terekayasa oleh kebutuhan.
Palasara bercinta-asmara dengan Dewi Lara Amis (Durgandini) di dalam perahu oleh akibat dorongan nafsu birahi keduanya, hingga lahir Abiyasa (baik) dan saudara-saudaranya (jahat).
Abiyasa pun melakukan cinta-asmara dengan janda adiknya oleh kebutuhan Hastinapura akan generasi penerus. Maka petilasan Palasara dan Abiyasa tidak dalam satu gunung dengan Sang Hyang Wenang mengandung maksud, bahwa sesungguhnya untuk mencapai “kesempurnaan harkat kemanusiaan” bisa dicapai juga dengan memenuhi darma sebagai manusia secara alamiah, meskipun darma tersebut mungkin kurang sejalan dengan “norma kesusilaan” dan “etika keagamaan”.

Petilasan Eyang Sakri, Eyang Sakutrem berada di kaki gunung yang rendah. Keduanya juga maharesi leluhur Pandawa. Petilasan pertapaannya berada dekat dengan mata air (sendang), artinya lebih dekat berderajat manusia katimbang dewa.

Petilasan Bathara Narada dan Bathara Guru di Joggring Salaka (kahyangan para dewa) yang juga berada di kaki gunung seolah menyiratkan pandangan Jawa, bahwa sesungguhnya dewa-dewa juga titah dari Yang Maha Kuasa sama dengan manusia. Dewa juga mempunyai kewajiban ikut terlibat dalam mengatur keharmonisan semesta (memayu hayuning bawana). Artinya, di Jawa, Bathara Guru dan Bathara Narada bukan wajib disembah tetapi disetarakan dengan manusia.

Begitulah Penafsiran tentang hakekat adanya petilasan pertapaan para Eyang (Hyang) di Rahtawu.
Untuk petilasan Eyang Lokajaya dan Makam Eyang Mada, adalah suatu “punden” baru yang tidak ada hubungannya dengan “petilasan pertapaan” paya Hyang dan Resi.

Adapun bagaimana sejarah Rahtawu masih merupakan misteri. Siapa pula yang menetapkan daerah itu Menjadi petilasan pertapaan, juga masih sulit untuk didapatkan keterangan. Yang jelas sudah sejak jaman kuno Rahtawu dianggap sebagai tempat petilasan pertapaan “para suci”. Mungkin dulunya mirip “Sungai Gangga” di India.

Atau semua itu adalah rekayasa para leluhur Jawa untuk lebih meyakinkan bahwa yang menciptakan Mahabharata, Resi Wiyasa, adalah Abiyasa yang tinggalnya di Rahtawu, Jepara.
Kenyataan yang ada sekarang ini, Rahtawu menjadi tempat untuk kepentingan “ngalap berkah” yang bermacam-macam.
Caranya juga bermacam-macam pula. Nuansa spirituil religius Jawa sudah berbaur dengan laku-budaya adat yang oleh berbagai pihak dianggap klenik, tahayul dan syirik.
Perbukitan Muria memerlukan kajian mendalam. Ilmiah maupun spirituil untuk menguak misterinya. Di tempat itu juga ada makam Sunan Muria (salah satu Wali Sanga) yang dikeramatkan pula oleh banyak orang Jawa yang muslim.Maka dengan demikian di Muria ada dua tempat wisata spirituil, Makam Sunan Muria (Islam) dan Petilasan Pertapaan Rahtawu (Kejawen).

Menurut yang “muslim saleh”, menyatakan bahwa Rahtawu tempat berkumpulnya jin dan syaiton. Sebaliknya, kalangan “kejawen” menyatakan kalau makam Eyang Mada dan makam keramat lainnya (sesakti apapun yang dimakamkan) cuma kuburan manusia biasa.

Begitulah kenyataan pergulatan antar peradaban di Jawa baru mencapai tahap saling menganggap klenik, tahayul dan syirik bagi pihak yang tidak sealiran.

Jamaah Manganthi sekitar 20 orang berjalan beriringan menuju puncak songolikur untuk “terjun langsung” di alam bebas dan bukan hanya melakukan zikir di rumah saja, karena kita akan merasakan perbedaan batin dan merasakan aura alam pegunungan pada tengah malam.‎

Setelah sampai di  puncak Songolikur , Mbah Doel beserta jamaah Manganthi melaksanakan sholat hajat dan berzikir di areal tersebut. Tiba-tiba datang sinar biru meluncur dari arah atas ke bawah. Dengan karomah wali yang dianugerahkan Mbah Doel sinar itu ditangkap . Ternyata setelah ditangkap berubah wujud menjadi pusaka. Mbah Doel menganggap itu oleh-oleh dari Puncak Songolikur dan tanda perkenalan dengan penghuni ghaib di sana. Oleh karena itu jangan sampai kita mengimani pusaka dan sejenisnya namun berimanlah pada Allah swt yang menciptakan alam dunia seisinya.


Populitas

Gunung Muria terdapat berbagai habitat flora, diantaranya:

Aren (Arenga pinata)
Bendo (Artocarpus elasticus)
Cengkeh (Eugenia aromatica)
Dadap (Erythrina sp)
Eukaliptus (Eucalyptus alba)
Gintungan (Bischoffia javanica)
Ingas (Gluta renghas)
Jati (Tektona grandis)
Kaliandra (Callyandra calotirsus)
Lamtorogung (Leucaena glauca)
Manggis (Garcinia mangostana)
Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Pinus (Pinus merkusii)
Randu (Ceiba pentandra)
Salam (Eugenia polyantha)
Tejo (Cinnamomum sp)
Wuni (Antidesma bunius)
Berbagai macam anggrek
Pohon Pepaya
Pohon Jambu Monyet

Gunung Muria terdapat berbagai habitat fauna, diantaranya:

Kijang
Macan Tutul
Monyet Ekor Panjang

Wisata Religi

Makam Syeh Sadzli
Makam Sunan Muria‎
Makam Sunan Muria terletak di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Berlokasikan di atas sebuah bukit. Sehingga para peziarah yang hendak berziarah harus menapaki anak tangga sejauh + 500 meter. Di kiri kanan anak tangga berderet kios para penjual makanan dan souvenir.

Bagi yang tidak kuat mendaki anak tangga bisa memilih jasa tukang ojek. Dengan jasa ini selain bisa menghemat energi, selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang menarik.

Wisata Alam

Air Terjun Songgo Langit, di Desa Bucu
Air Terjun Jurang Nganten, di DesaTanjung
Air Terjun Suroloyo, di Desa Bungu
Air Terjun Banyu Anjlok, di DesaSomosari
Air Terjun Undak Manuk, di Desa Blingoh
Air Terjun Nglamer, di Desa Dudakawu
Air Terjun Kedung Ombo, di Papasan
Air Terjun Nggembong, di Srikandang
Air Terjun Nglumprit, di Desa Dudakawu
Air Terjun Grinjingan Dowo, di DesaDudakawu
Air Terjun Monthel, di Desa Colo
Air Terjun Gonggomino, di Desa Rahtawu
Air Tiga Rasa Rejenu, di Desa Japan
Air Terjun Widodaren, di DesaLumbungmas
Air Terjun Santi, di Desa Gunungsari
Air Terjun Grenjengan Sewu, di DesaJrahi
Air Terjun Tadah Hujan, di Desa Sukolilo

Wisata Sejarah

Museum Gong Perdamaian Dunia, di Desa Plajan
Situs Pusat Bumi, di Desa Plajan
Candi Angin, di Desa Tempur
Candi Bubrah, di Desa Tempur
‎‎
Gunung Muria terdapat beberapa bumi perkemahan, di antaranya:

Bumi Perkemahan Sreni Indah

Terletak di Desa Bate Gede, KecamatanNalumsari, Kabupaten Jepara. Bumi Perkemahan ini pernah digunakan untuk menggelar Jambore Nasional Gerakan Pramuka.

Bumi Perkemahan Pakis Adhi

Terletak di Suwawal Timur, KecamatanPakis Aji, Kabupaten Jepara. Bumi Perkemahan ini pernah digunakan untuk menggelar Jambore Daerah Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Tengah. Bumi Perkemahan ini juga pernah digunakan untuk menggelar Jambore Nasional OI yang di hadiri Iwan Fals.

Bumi Perkemahan Tempur

Terletak di Desa Tempur, KecamatanKeling, Kabupaten Jepara. Bumi Perkemahan ini mempunyai keunikan karena tempatnya di salah satu puncak Gunung Muria tepatnya di Puncak Tempur, Bumi Perkemahan ini pun dekat dengan tempat-tempat peninggalan bersejarah seperti Candi ANgin, Candi Bubrah, Kolam Nawangwulan, dll.

Bumi Perkemahan Abiyoso

Terletak di kaki Gunung Abiyoso di DesaMenawan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Bumi Perkemahan ini pernah digunakan untuk menggelar Jambore Daerah Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Tengah pada tahun 1996.

Bumi Perkemahan Kajar

Terletak di Desa Kajar, Kecamatan DaweKabupaten Kudus sekitar 2 km arah selatan Makam Sunan Muria.

Bumi Perkemahan Jolong

Terletak di Desa Jolong, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Dari sini merupakan salah satu jalur pendakian menuju puncak Argo Jembangan.

Perencanaan

Kereta Gantung
Membuat Kereta gantung dari bawah sampai ke masjid Makam Sunan Muria, Kereta Gantung tersebut diperuntukkan bagi orang lemah atau sakit, bagi untuk orang yang sehat tapi ingin menaiki maka dikenakan tarif 2 kali lipat tarif untuk orang sakit/cacat. Agar tidak merugikan bagi Tukang Ojek dan Penjual Aneka Sovenir di Tangga menuju Masjid Makam Sunan Muria.

Visit Muria Mount
Agar warga luar kota mengetahui keindahan Gunung Muria, dari semua tempat wisata yang terletak di Kaki Gunung Muria hingga puncak Gunung Muria yang terdapat di Jepara Kudus hingga Pati‎.

Wednesday, September 14, 2016

Gunung Muria



Ketinggian 1.602 meter

Lokasi Kudus - Pati- Jepara Jawa Tengah Indonesia

Letusan terakhir 160 Sebelum Masehi ± 300 tahun

Gunung Muria adalah sebuah gunung di wilayah utara Jawa Tengah bagian timur, yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kudus di sisi selatan, di sisi barat laut berbatasan dengan Kabupaten Jepara, dan di sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Pati. Di kawasan ini terdapat tempat yang sangat legendaris peninggalan Wali Songo, yaitu pesanggrahan di kawasan puncak Gunung Muria yang dalam sejarah negeri ini merupakan basis pesanggrahan di mana Kanjeng Sunan Muria menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Di sini pulalah Sunan Muria dimakamkan. Nama Gunung Muria dan daerah Kudus dinamakan berdasarkan nama Bukit Moria dan kota Al-Qudus/Baitul Maqdis/Yerusalem. Demikian pula nama Masjid Al Aqsa Menara Kudus berdasarkan nama Masjid di Yerusalem..

Puncak Muria

Gunung Muria mempunyai ketinggian 1.602 meter dari permukaan laut. Puncak-puncaknya yang tertinggi antara lain:

Puncak Songolikur; merupakan puncak tertinggi di Gunung Muria. Sering juga disebut sebagai puncak Saptorenggo.
Puncak Argowiloso
Puncak Argojembangan
Puncak Abiyoso

Gunung Muria terdapat berbagai habitat flora, diantaranya:

Pohon Pepaya
Pohon Jambu Monyet

Fauna

Gunung Muria terdapat berbagai habitat fauna, diantaranya:

Kijang
Macan Tutul
Monyet Ekor Panjang

Lokasi wisata

Makam Sunan Muria

Makam Sunan Muria terletak di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.

Berlokasikan di atas sebuah bukit. Sehingga para peziarah yang hendak berziarah harus menapaki anak tangga sejauh + 500 meter. Di kiri kanan anak tangga berderet kios para penjual makanan dan souvenir.

Bagi yang tidak kuat mendaki anak tangga bisa memilih jasa tukang ojek. Dengan jasa ini selain bisa menghemat energi, selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang menarik.

Museum Gong Perdamaian Dunia

Terletak di Desa Plajan, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara. Terdapat 3 Gong Perdamaian yaitu Gong Perdamaian Dunia, Gong Perdamaian Asia Afrika, dan Gong Perdamaian Nusantara.

Situs Pusat Bumi

Terletak di Desa Plajan, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara. Dinamakan situs pusat bumi karena di dalam bangunan tersebut nantinya akan ada tanah-tanah yang diambil dari 202 negara yang ada di dunia.

Candi Angin dan Candi Bubrah

Terletak di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.

Air Terjun Jurang Nganten

Terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara.

Air Terjun Songgo Langit

Terletak di Desa Bucu, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.

Air Terjun Banyu Anjlok

Terletak di Desa Somosari, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara.

Air Terjun Suroloyo

Terletak di Desa Bungu, Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara, wilayah Air Terjun Suroloyo masuk dalam kawasan Perhutani Jepara.

Air Terjun Monthel

Terletak di sebelah timur laut makam Sunan Muria.

Air Terjun Gonggomino

Terletak di Desa Rahtawu Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus.

Air Tiga Rasa Rejenu

Terletak di Rejenu. Objek ini terdiri atas Makam Syeh Sadzli dan tiga sumber mata air yang meski berdekatan namun memiliki rasa yang berbeda. Air ini dipercaya mempunyai berbagai khasiat.
Merupakan pos terakhir untuk melakukan pendakian ke puncak Argowiloso.

Bumi Perkemahan

Gunung Muria terdapat beberapa bumi perkemahan, di antaranya:

Bumi Perkemahan Pakis Adhi

Terletak di Suwawal Timur, Kecamatan Pakis Aji, Kbupaten Jepara.

Bumi Perkemahan Abiyoso

Terletak di kaki Gunung Abiyoso di Desa Menawan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Bumi Perkemahan ini pernah digunakan untuk menggelar Jambore Daerah Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Tengah pada tahun 1996.

Bumi Perkemahan Kajar

Terletak di Desa Kajar, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus sekitar 2 km arah selatan Makam Sunan Muria.

Bumi Perkemahan Jolong

Terletak di Desa Jolong, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Dari sini merupakan salah satu jalur pendakian menuju puncak Argo Jembangan.


Puncak Songolikur

Puncak Saptorenggo atau disebut juga Puncak Songolikur adalah
puncak tertinggi di Gunung Muria Jawa Tengah dengan ketinggian 1602 meter dpl. Puncak ini termasuk dalam wilayah administratif desa Rahtawu, Gebog Kabupaten Kudus Jawa Tengah.

Selain menjadi puncak yang menarik perhatian setiap Pecinta Alam untuk mendakinya, juga menjadi tempat tujuan bagi para pencari berkah dan pelaku spiritual utamanya pada setiap bulan sura atau bulan muharam.

Rute pendakian

Terdapat dua rute pendakian yang dapat ditempuh untuk mencapai puncak Songolikur. Rute tersebut adalah:
Melalui Pos Pendakian di dukuh Semliro desa Rahtawu, Gebog Kabupaten Kudus.
Melalui Pos di desa Tempur, Keling, Kabupaten Jepara.

Objek Wisata Colo

Gunung Muria memberi nuansa tersendiri bagi wisatawan, khususnya
mereka yang menggemari alam pegunungan. Objek Wisata Colo yang berada di lereng Gunung Muria ini menjadi lokasi rekreasi dan tujuan wisata yang berbeda dibanding objek wisata pegunungan lain.

Anda dapat menikmati seluas-luasnya pemandangan pengunungan berupa hutan Pinus dan berbagai tanaman keras lainnya. Dibanding lokasi wisata pegunungan lain yang telah penuh sesak dengan bangunan, Colo yang berada di ketinggian 1.602 meter di atas permukaan laut tetap sejuk, alami, dan sangat cocok dijadikan tujuan rekreasi keluarga.

Meski demikian, masih tersedia penginapan bagi anda yang ingin menikmati wisata alam pegunungan ini, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Lokasi rekreasi ini masih menjadi satu bagian dengan sejumlah objek wisata lain di kawasan Gunung Muria, seperti air terjun Monthel dan Makam Sunan
Muria.

Gua Jepang

Bagi anda penikmat wisata sejarah, kabupaten Kudus menawarkan satu
objek wisata berupa goa peninggalan masa penjajahan Jepang.

Gua yang dijadikan sebagai tempat perlidungan tentara Jepang pada masa Perang Dunia II ini memiliki panjang sekitar 100 meter, dengan diameter sekitar dua meter.

Gua Jepang masih berada di sekitar kawasan pegunungan Muria, berjarak sekitar satu jam dari objek wisata Colo.

Udara sejuk dan segar di kawasan gua ini akan membuat anda betah dan nyaman untuk berekreasi di objek wisata bersejarah ini.
 Wisata Air Terjun Montel Kudus, Jawa Tengah|Masyarakat jawa


Saya akan berbagi cerita tentang objek wisata alam yang lokasinya berada di lereng gunung muria, yakni air terjun montel. Air terjun setinggi kurang lebih 25 meter tersebut masih satu kawasan dengan objek wisata alam colo kudus dan dekat dengan makam sunan muria. Bagi pengunjung yang sedang berada di kawasan makam sunan muria atau objek wisata colo, dapat mencapai air terjun ini sekitar 30 menit dengan berjalan kaki.

Untuk mencapai lokasi wisata air terjun montel ini, rute menuju air terjun montel bisa menggunakan kendaraan pribadi dan motor atau angkutan umum berwarna kuning coklat dari kota kudus menuju kawasan wisata colo dengan tarif sekitar 15 ribu rupiah, jarak yang ditempuh dari kota kudus menuju wisata colo sekitar 18 kilometer atau sekitar 1 jam dengan kondisi jalan yang bagus dan semakin menanjak.

Setelah masuk kawasan wisata colo, kendaraan pribadi dan motor harus membayar retribusi sebesar 2 ribu rupiah, untuk mobil bisa langsung parkir dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan jasa ojek menuju pintu masuk wisata air terjun montel sedang untuk kendaraan motor bisa parkir diarea sekitar pintu masuk wisata alam air terjun montel.

Harga tiket masuk wisata alam air terjun montel 5 ribu rupiah bagi setiap pengunjung yang datang. Terdapat jalan setapak sepanjang 300 meter  dengan berjalan kaki  dari loket tiket masuk sampai air terjun ini, dengan melintasi perkebunan kopi di lereng gunung muria.
Untuk mencapai lokasi, pengunjung harus mempersiapkan fisik dan alas kaki yang tidak mudah terpeleset, karena untuk menikmati pemandangan air terjun lebih bagus ketika musim hujan. Setelah sampai di lokasi, kelelahan yang dirasakan selama menuruni bukit yang agak curam untuk mencapai lokasi terbayar sudah dengan kesegaran air dingin serta pemandangan indah di sekitar air terjun ini. Selain itu, pengunjung juga dapat mandi atau bermain air yang segar dan jernih yang berasal dari pegunungan Muria, diiringi suara burung dan berbagai binatang hutan lainnya.

Di kawasan air terjun montel ini telah tersedia beberapa warung kecil yang menyediakan berbagai aneka makanan dan harga yang ditawarkan relatif murah, di kawasan ini juga terdapat penyewaan pakaian ganti untuk bermain air bagi pengunjung yang memerlukan.

Sekian cerita dari saya,terimakasih.
Selamat berlibur.
:-)

ipt async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- alrudi_sidebar-right-1_AdSense1_1x1_as -->
<ins class="adsbygoogle"
     style="display:block"
     data-ad-client="ca-pub-6231072420929266"
     data-ad-slot="7927832433"
     data-ad-format="auto"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Alrudi.blogspot.com